Wednesday, November 10, 2010

Hadits Dha`if Seputar Qurban

Dha`if tidaknya suatu hadits tidak serta merta langsung berhubungan dengan hukum fikih yang terkandung dalam hadits tesebut. Karena dalam menentukan suatu hukum fikih dipakai pula kaidah-kaidah yang khusus. Ditambah lagi, bisa jadi hadits dha`if tsb hanya hadits tentang fadhilahnya, tapi ada hadits yang shahih yang membicarakan hukum syariatnya.

Selain itu, bisa jadi suatu hadits dha`if menurut satu kitab al-Jarh wat-Ta'dil, namun dishahihkan oleh kitab al-Jarh wat-Ta'dil yang lain, karena bermacamnya kitab al-Jarh wat-Ta'dil yang ada. Walaupun dlm kaidah secara umum, al-jarh(yg melemahkan) didahulukan dibanding at-ta'dil(yg menguatkan) sepanjang ia sudah sesuai.

Hadits-hadits dha`if seputar qurban berikut diambil dari Silsilah al-Ahadits adh-Dha’ifah karya Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani. Semoga bermanfaat.

btw, tulisan di bawah ckp panjang...bagi yg ingin "speed reading" silahkan baca haditsnya dan kedudukannya aja. ^_^

SM

------------------------------------------------------------------------------------
Hadits Dha`if Seputar Qurban

1. “Tidaklah anak Adam pada hari ini (hari raya Adh-ha) mengerjakan (amalan) yang lebih baik dari menumpahkan darah (yakni: menyembelih qurban-pen), kecuali menyambung persaudaraan".

HADITS INI DHA’IF. Al-Mundziriy berkata (II/102): "Diriwayatkan oleh Thabaraniy di dalam al-Kabiir dari Ibnu `Abbas, dan di dalam isnadnya ada Yahya bin Al Hasan Al Khasyniy,aku tidak tahu keadaannya." Al Haitsami berkata (IV/18): "Dia dha’if, walaupun sekelompok (orang) mentsiqahkannya".

Syeikh al-Albani berkata: "Kemudian aku mengecek di dalam Mu’jam Ath Thabrani Al Kabiir dan aku dapati hadits itu di dalamnya (III/104/1) dari Al-Hasan bin Yahya Al Khasyni dari Isma’il bin Ayyaasy dari Laits dari Thawus, dia berkata: Rasulullah bersabda di hari raya Adh-ha: … kemudian dia menyebutkan (hadits di atas). Aku (al-Albani) berkata: Maka jelaslah bahwa dia adalah Al-Hasan bin Yahya yang disebutkan oleh as-Sam’aani bahwa al-Hafizh berkata: "Shaduuq (jujur) tetapi banyak salahnya". Dan bertambah ilmu(ku) tentang kelemahan hadits ini, tatkala aku melihat di dalam (sanad)nya terdapat Isma’iil bin ‘Ayyaasy dan Laits, yang (Laits) ini adalah Ibnu Abi Salim, sehingga (sanad ini) dirangkai para (rawi) yang dha’if.

2. "Tidaklah seorang manusia mengerjakan satu pekerjaan pada hari qurban yang lebih dicintai oleh Allah daripada menumpahkan darah (menyembelih qurban -pen). Sesungguhnya qurban itu akan datang pada hari qiyamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya dan kuku-kukunya. Dan sesungguhnya darah itu berada di satu tempat di sisi Allah sebelum ia jatuh diatas bumi. Maka baguskanlah nilainya".

HADITS INI DHA’IF. Diriwayatkan oleh at-Tirmidziy (II/352), Ibnu Majah (II/272), al Hakim (IV/221-222) dan al-Baghawi di dalam "Syarhus Sunnah" (I/ 129/1) dari jalan: Abul Mutsanna Sulaiman bin Yaziid dari Hisyam bin `Urwah dari bapaknya dari `Aisyah secara marfu’.

At-Tirmizi meng-hasan-kannya. Al-Hakim mengatakan: "Isnadnya shahih", tetapi dibantah oleh Adz-Dzahabi: "Aku berkata: Sulaiman lemah, dan sebagian (ulama) meninggalkannya". Al-Mundziri berkata, "Mereka semua meriwayatkan dari jalan Abul Mutsanna, sedang dia adalah lemah, walaupun terkadang (dianggap) kuat". Al Baghawi berkata: "Abu Hatim sangat melemahkannya".

3. "Qurban adalah sunnah Ibrahim bapak kalian, mereka bertanya: "Apakah yang kami dapatkan padanya?" beliau menjawab: "Pada setiap helai rambut ada satu kebaikan"; mereka bertanya: "Bagaimana dengan bulu?" Beliau menjawab: "Pada setiap helai rambut dari bulu ada satu kebaikan."

HADITS INI DHA’IF. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (II/273) dan al-Hakim (II/389) dari `Aidzullah bin `Abdullah Al-Majaasy’iy dari Abu Dawud as Sabi’iy dari Zaid bin Arqam, dia berkata: "Sahabat-sahabat Rasulullah bertanya: "Apakah qurban ini?" beliau menjawab: (hadits diatas)".

Al-Hakim berkata: "Isnadnya shahih!", kemudian dibantah oleh: Adz-Dzahabi: "Aku berkata: (tentang) `Aidzullah, Abu Hatim berkata: Haditsnya mungkar.". Setelah menukil penshahihan al-Hakim, al-Mundziri berkata: "Tidak, bahkan lemah. Aidzullah adalah Al Majasy’iy dan Abu Dawud as-Sabi’i adalah Nafi’ bin Al Harits Al A’ma, keduanya lemah". Tentang Abu Dawud as-Sabi’i ini, adz-Dzahabi berkata tentangnya: "Dia memalsu hadits". Ibnu Hibban berkata: "Tidak boleh meriwayatkan darinya, dialah yang meriwayatkan dari Zaid bin Arqam…" kemudian beliau menyebutkan hadits di atas.

4. "Hai Fathimah, berdirilah mendekati korbanmu, dan saksikanlah! Karena sesungguhnya pada tetesan darahnya yang pertama, seluruh dosa yang telah engkau lakukan akan diampuni.“

HADITS INI MUNGKAR. Diriwayatkan oleh al-Hakim (III/ 222) dari jalan an-Nadr bin Isma’il al-Bajali yang berkata: Abu Hamzah ats-Tsumali telah bercerita kepada kami dari Sa’id bin Jubair dari `Imran bin Hushain, marfu’.

Al-Hakim berkata: "Isnadnya shahih". Tetapi dibantah oleh adz-Dzahabi: "(Tidak benar) bahkan Abu Hamzah sangat dha’if, dan (Ibnu) Isma’il tidak begitu (kuat -pen)". Ath Thabrani juga meriwayatkan hadits ini dari Abu Hamzah juga di dalam Al Kabiir dan Al Ausath sebagaimana tersebut di dalam al-Majma’ (IV/ 17).

Kemudian al-Hakim membawakan penguat (syahid) dari jalan `Athiyyah dari Abu Sa’id Al Khudriy marfuu’. Akan tetapi adz-Dzahabi membantahnya dengan menyatakan bahwa `Athiyyah adalah lemah. Dan dari jalan `Athiyah pula, diriwayatkan oleh al-Bazzaar dan Abusy-Syaikh Ibnu Hayan, sebagaimana didalam at-Targhib (II/102). Ibnu Abu Hatim berkata di dalam Al ‘Ilal (II/38-39): "Aku mendengar bapakku berkata: Hadits itu mungkar." Abu Qashim al-Ashbahani juga meriwayatkan seperti itu, sebagaimana di dalam At Targhib, dan dia berkata: "Sebagian guru kami telah menghasankan hadits (ini) walaupun keadaannya seperti ini, wallahu a’lam".

5. “Barangsiapa yang menyembelih korban dengan jiwa yang senang terhadap (qurban itu), dan dengan mengharapkan (pahala) terhadap hewan qurbannya, maka hewan itu sebagai dinding dari neraka untuknya.”

HADITS INI PALSU. Al-Haitsami berkata di dalam Al-Majma (IV/17) setelah dia menyebutkannya dari hadits Hasan bin `Ali: "Diriwayatkan oleh ath Thabarani di dalam al-Kabir dan di dalam sanadnya ada Sulaiman bin `Amr An-Nakha’i dan dia adalah pendusta."

Ibnu Hibban berkata: "Dia adalah laki-laki yang zhahirnya shalih, akan tetapi dia benar-benar memalsu hadits". Dan termasuk kelalaian as-Suyuthiy, dia memasukkan hadits ini di dalam al-Jami’ush Shaghir dari sanad tetapi pensyarahnya, yaitu Al Munaawi membantahnya dengan ucapan Al Haitsami ini, lalu berkata : "Maka sepantasnya bagi penyusun untuk membuangnya dari kitab ini."

6. “Sebaik-baik qurban adalah domba jadza’ (berumur setahun penuh) ”

HADITS INI DHA’IF. Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (II/355), al-Baihaq (IX/271) dan Ahmad (II/444-4445) dari jalan `Utsman bin Waqid dari Kadaam bin `Abdurrahman dari Abu Kabasy. At Tirmidzi berkata: "Hadits Gharib," yakni dha’if. Al Haafizh Ibnu Hajar berkata: "Dan di dalam sanadnya ada kelemahan"

Syaikh al-Albani menyatakan bahwa Abu Kabasy dan Kadaam adalah majhul (tidak dikenal), sebagaimana disebut kan dengan jelas oleh Al Haafizh (Ibnu Hajar) di dalam alt Tagrib. Al-Baihaqi berkata: "Dan telah sampai kepadaku dari Abu `Isa at-Tirmidzi, dia berkata: al-Bukhari berkata: Diriwayatkan oleh selain `Utsman bin Waaqid dari Abu Hurairah (secara) mauquf."

7. “Wahai manusia, hendaklah kalian menyembelih qurban, dan berharaplah pahala dengan darahnya, karena sesungguhnya walaupun darah itu jatuh di tanah, akan tetapi sesungguhnya darah itu jatuh di dalam wadah milik Allah.”

HADITS INI PALSU. Al-Haitsami berkata: "Diriwayatkan oleh ath Thabarani di dalam Al-Ausath, dan dalam sanadnya ada `Amr bin Al Hushain Al ‘Uqaili dan dia adalah orang yang haditsnya di tinggalkan".

8. "Besarkanlah hewan-hewan qur ban kalian, karena sesungguhnya hewan-hewan qurban itu adalah tunggangan kalian di atas shirath (jembatan di atas neraka).“

HADITS INI TIDAK ADA ASALNYA DENGAN LAFAZH INI. Ibnush Shalah berkata: "Hadits ini tidak dikenal, dan tidak tsabit". Dalam hadits lain dengan lafazh (istafrihuu) sebagai ganti (‘azhzhimuu) akan tetapi sanadnya sangat dha’if.

9. "Sesungguhnya hewan qurban yang paling utama adalah yang paling mahal dan paling gemuk.”

HADITS INI DHA’IF. Diriwayatkan oleh Ahmad (III/ 424), Abul `Abbas Al Asham didalam "Hadits"nya (I/140/1), dan dari jalannya juga oleh al-Hakim (IV/231), juga al-Baihaqi (IX/168).

Dan Ibnu `Asaakir di dalam "Tarikh Dimsyaq" (III/197/1) dari jalan `Utsman bin Zarf al-Juhaini yang berkata Abul Asyad (Al-Asham berkata: Abul Asad) as-Sulami telah bercerita kepadaku dari bapaknya dari kakeknya. `Utsman ini majhul (tidak dikenal) sebagaimana dinyatakan oleh al-Haafizh di dalam At Taqrib. Abul Asyad juga majhul, al-Haitsami berkata: "Diriwayatkan oleh Ahmad, sedangkan Abul Asyad, aku tidak mendapati orang yang mentsiqahkannya (menyatakan sebagai perawi yang kuat) dan menjarhnya (menyatakan sebagai perawi yang lemah), demikian pula bapaknya. Ada yang mengatakan, kakeknya adalah `Amr bin `Abas". 


1 comments:

Dr Amad said...

Apa kedudukan hadis dhaif didalam syarak?

Imam Nawawi mengatakan hadis dhaif boleh diamalkan, tapi tidak boleh dijadikan hujjah.

Lantas, mencampurkan hadis dhaif dengan hadis palsu, adakah satu sikap yang tepat?